2 Maret 2014
Stadio Vincente Calderon menjadi saksi di mana laga panas satu kota antara Atletico Madrid versus Real Madrid digelar. Saya akan menyebutnya sebagai pertandingan tarkam antara Madrid Lor (ATM) melawan Madrid Kidul dengan hadiah Rice Cooker.

Selayaknya pertandingan tarkam, apalagi yang dimainkan oleh tim sekota, laga panas selalu disajikan. Entah kenapa derby yang dikenal sebutan derby Madrileno kali ini tidak sepanas dua derby sebelumnya saat kedua tim bertemu di Copa del Ray, di mana saat itu Real Madrid sanggup menggilas Atletico dengan mudah. Lalu saat kembali ke liga biasa, Real Madrid seolah kesulitan melawan gempuran anak asuhan Diego Simeone.

Alasan selesai UCL? Mungkin saja. Minggu lalu setelah UCL, dua tim Spanyol mengalami kekalahan sementara Real Madrid melenggang tenang di puncak klasemen. Lalu tengah pekan lalu, Real Madrid menggilas tim Jerman secara telak dan pertandingan akhir pekan timnya tidak kalah seperti tim Spanyol yang bertanding di UCL.

Saya tidak mendengar ada faktor kelelahan di pemain Real Madrid di mana starter mereka yang diturunkan juga sama seperti saat mereka menang atas Schalke. Hanya minus beberapa pemain tapi setidaknya itu sangat signifikan sekali. Rotasi yang dilakukan Don Carlo berhasil membuat El Real harus KALAH di babak pertama.

Sempat unggul satu gol Benzema yang jelas-jelas onside--walau beberapa orang mengatakan itu offside, Real Madrid serasa ditekan oleh Diego Costa cs. Terlebih ketika pemain rotasi, Fabio Coentrao tidak menjaga pergerakan Arda Turan yang tiba-tiba cut inside ke sisi kanan El Real dan menciptakan peluang untuk dilesakkan menjadi gol penyeimbang.

Walau unggul tetap tidak ada serangan berarti dari Ronaldo cs yang selalu patah di sisi tengah Atletico. Ditambah dengan counter yang tepat, justru Diego Costa malam itu menjadi sangat beringas beradu dengan Pepe dan Arbeloa yang kesulitan menjaganya. Hanya saja satu gol cantik dari luar kotak pinalti yang dilesakkan oleh kapten Atletico, Gabi membuat mereka unggul di kandang sendiri.

Selayaknya tarkam satu kota, derby ini sangat panas. Insiden pemain jatuh dan kartu kuning untuk pelanggaran keras serta berharap mendapat hadiah pinalti menjadi momen yang muncul tiap menit. Seperti menonton film horor di mana adegan setan yang muncul berusaha menakuti, putusan wasit malam itu adalah setan yangs diharap tidak muncul.

Insiden yang menarik adalah ketika babak kedua berjalan dan sebuah serangan counter dari Atletico berhasil dikendalikan oleh Diego Costa yang membuat bek Real Madrid kebat-kebit mencegahnya agar tidak membuat gol sehingga pemain yang akan membela Spanyol di Piala Dunia ini harus menjatuhkan diri di daerah pertahanan si Putih. Wasit pun muncul sebagai setan dan menunjukkan kartu kuning kepada Costa karena dianggap telah diving. Suasana stadion langsung bergemuruh. Lebih keras sejak pertandingan dimulai. Bahkan suara komentator televisi sudah tenggelam. Kurang ada vuvuzela maka saya memutuskan akan menonton pertandingan ini secara ulang saja.

Kartu kuning Costa ternyata membuat asisten pelatih Atletico berang dan menyerang wasit. Suasana official pinggir pelatih sempat ricuh. Diego Simeone yang sejak awal pertandingan sudah kelihatan seperti anak kecil yang kelebihan energi, mendadak mundur, geleng-geleng tidak percaya dan tidak ikut rusuh seperti official mereka. Drama yang jauh lebih asyik dilihat beberapa jam sebelum perhelatan Academy Awards dimulai.

Sementara Ancelotti hanya diam saja. Pelatih asal Italia ini terlihat tenang dipinggir lapangan. Sesekali maju dan memberi instruksi lalu kemudian berdiri atau duduk diam sambil bibir bawahnya maju.

Tidak hanya Diego Costa yang mendapat kartu kuning akibat ulahnya sendiri. Bahkan preman sekelas Pepe sepertinya harus mendapat kartu di setiap laga penting yang dilakoni oleh Real Madrid. Entah jebolan kursus preman cabang kampung manah yang jelas perbuatannya bisa jadi blunder bagi tim yang sekarang masih berada di puncak klasemen.

Lalu di manakah pemain termahal sedunia dan peraih Ballon d' Or pada laga ini?
Entahlah. Bale terlihat tidak begitu banyak memegang bola sedang CR7 sendiri gagal memanfaatkan peluang lewat free kick andalannya.

Tapi layaknya pahlawan yang datang terlambat, CR7 membuktikan kapasitasnya. Dimulai dari kemelut di depan gawang, sepakannya berhasil menjadi gol penyeimbang dan menjadi bukti bahwa Courtouis itu masih kiper muda yang levelnya jauh di atas De Gea.

Laga panas berakhir imbang. Madrid Lor dan Madrid Kidul berbagi angka. Posisi mereka masih di puncak klasemen. Mereka akan kembali ke rumah masing-masing. Menonton acara penyerahan Oscar atau beredam di air hangat sambil berpikir kembali apakah mereka bisa mendapatkan rice cooker. Sementara itu, hadiah rice cooker kembali dihibahkan ke panitia dan akan diserahkan untuk derby yang akan datang.

J

Sumber foto: Goal